BATU BARA | Kepala Dinas kesehatan dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (PPKB) Batubara menargetkan penurunan stunting di bawah 17% pada tahun 2024 ini.
Hal ini dikatakan dr. Deni Syahputra Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencara Kabupaten Batubara, Kamis, (21/11/2024).
Selanjuta Deni menyatakan tekad untuk terus menekan prevalensi stunting di Kabupaten Batubara. Jika memungkinkan, kami ingin angka ini berada di bawah 17 persen, ujarnya.
Upaya Pemerintah Kabupaten Batubara dalam upaya menekan angka stunting terus menunjukkan hasil yang signifikan.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Batubara pada tahun 2022 mencapai 21,7 persen. Angka itu berhasil turun menjadi 17 persen pada tahun 2023 atau mengalami penurunan sekitar 4 persen.
“Dengan berbagai upaya yang dilakukan serta dengan melibatkan berbagai pihak, kami optimistis tren positif itu dapat dilanjutkan pada tahun 2024 ini,” papar Kadinkes itu.
Meski data SSGI 2024 masih dalam proses survei, dr. Deni menyatakan bahwa berbagai program intervensi terus digencarkan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di daerah itu.
Fokus utama Dinas Kesehatan adalah meningkatkan edukasi gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak di seluruh wilayah kabupaten Batubara.
Selain itu dr. Deni mengajak seluruh pihak untuk mendukung upaya bersama dalam penanganan dan pencegahan stunting khususnya wilayah kabupaten Batu Bara, cetusnya.
“Pencegahan stunting bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Dengan kerja sama yang baik, kami yakin target ini bisa tercapai,” tambahnya.
Selanjunya dalam penjelasannya dr. Deni juga mengatakan stunting dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dalam jangka panjang, menjadi salah satu isu prioritas di Batu Bara.
Penurunan angka stunting ini tidak hanya mencerminkan peningkatan kesehatan masyarakat, tetapi juga menjadi langkah penting dalam membangun generasi yang lebih sehat dan produktif.
“Penurunan prevalensi stunting sebesar 4 persen dari 2022 ke 2023 menunjukkan efektivitas strategi yang telah diterapkan. Strategi ini melibatkan berbagai elemen, termasuk pemerintah daerah, sektor kesehatan, dan masyarakat,” tutup dr. Deni.